Al-Quran dan Makna Perubahan

Seiring berubahnya zaman, maka inovasi baru adalah sebuah tuntutan. Mereka yang jumud dengan cara lama, akan terpinggirkan atau bahkan hilang dari peredaran.

Islam itu bukan din yang kaku bak kayu yang hanya bisa lurus, tapi tidak juga seperti karet yang terlalu lentur sehingga hilang keasliannya sama sekali. Qurannya tetap itu, dan sunnahnya tetap itu, tak perlu ada nash atau dalil yang dihapus dengan alasan tidak relevan dengan zaman, pun tak perlu penambahan ini itu. Itu karena Quran sudah sempurna, bagaimana tidak? Ia adalah kalam Allah!! Penambahan tidak akan sedikit pun menambah fungsi dari Al-Quran, maka apalagi dengan pengurangan. Ini ibarat jari tambahan pada manusia, keberadaannya sama sekali tidak akan menambah fungsi apa-apa.

Jaminan relevansi Quran dengan semua zaman dan tempat sudah Allah tegaskan kepada kita. Allah yang menurunkan, dan Allah pula yang akan menjaganya. Menjaganya dari perubahan dan menjaganya agar tetap relevan.

Sekarang kita belajar menyikapi kemajuan dan tantangan zaman dengan naungan Al-Quran. Bagaimana caranya? Tidak mudah memang, walaupun tidak juga dikatakan sulit, ini tergantung usaha setiap individu muslim. Caranya berkisar pada satu pertanyaan klasik; "Mau atau tidak?"
Mau atau tidak kita benar-benar berusaha untuk memahami Al-Quran? Tidak hanya sekedar menghafal lafazh-lafazhnya. Salah seorang ulama berkata yang maknanya "Demi Allah, jika kita ingin melihat perubahan (baik pada diri kita, masyarakat,dll.), maka berpegang pada Al-Quran adalah kemestian, tanam lah dalam hati anda niat ketika membaca Al-quran, niat yang lebih dari sekedar membaca lafazh-lafazhnya, yakni niat 'Perubahan'. Al-Quran adalah firman Allah, dan firman Allah itu benar".

Niat seperti itu menuntut kita untuk mencari tahu apa yang kita baca, bukan sekedar lantunan tanpa tadabbur. Bagaimana mauqif (sikap) kita ketika menemukan ayat tentang balasan surga beserta kenikmatan tanpa batas bagi orang-orang yang bertaqwa? Bagaimana juga sikap kita ketika menemukan ayat yang berbicara tentang sifat orang munafik yang seolah ingin berbuat kebaikan, padahal tanpa sadar sudah merusak. Tidakkah Kita pernah bertanya "Apa saya orang bertaqwa?" "Jangan-jangan apa yang saya anggap perbaikan malah kerusakan!"
Jelas lah sudah kalau ketidak tahuan kita tentang hal luar biasa dalam Al-Quran tidak bisa menafikan keberadaan hal luar biasa tersebut, lantas kemudian membiarkannya seperti buku-buku biasa, padahal di belahan bumi lain, kita dengar kalau Al-Quran dibakar, dibuang ke dalam kloset oleh orang-orang berotak tapi tak berakal, jikalau ini menunjukan kita pada sesuatu, maka sesungguhnya hal ini menunjukan pada kebenaran Al-Quran. Jika bukan itu, alasan masuk akal apalagi yang membuat mereka melakukan hal demikian?

Maka proyek perubahan besar mesti dimulai dari sekarang, salah satunya dengan tidak membiarkan tilawah kita kosong dari tadabbur. Al-Quran adalah manual book, panduan kita, sahabat kita, teman perjalanan kita semenjak mengenalnya hingga berpisah dengannya. Tujuan diturunkannya Al-Quran lebih dari sekedar untuk dibaca lafazh-lafazhnya, tapi bagaimana isinya meresap ke otak kita, ke hati kita, hingga berwujud dalam diri kita. Rasulullah saw adalah sebaik-baik tauladan tentang bagaimana seharusnya seorang muslim berinteraksi dengan Al-Quran. Ketika seorang sahabat bertanya perihal Akhlak Rasulullah saw, maka Aisyah R.A. menjawab "Akhlaknya adalah Quran".Subhanallah
Hanya dengan ini lah, seorang muslim dapat menjawab tantangan zaman, dengan pemahaman yang benar mengenai isi Al-Quran dan interaksi yang baik dengannya. Kejanggalan dalam memahami Al-Quran dan kurang interaksi dengannya hanya akan membuat jiwa jemu kemudian beralih ke buku-buku dan pemikiran lain yang dianggap sebagai ide segar.

Jadi lah penghafal Quran yang mengamalkan, sulit memang, tapi selagi kata sulit masih terdengar, maka insya Allah ada kata mudah. Sebelum beramal, sudah barang tentu kita mesti paham, sebelumnya lagi kita mesti mengerti arti kata atau kalimat dari Ayat-ayat Al-Quran, sebelumnya lagi kita mesti memancangan pondasi niat dalam-dalam agar tak rubuh di terpa angin bisikan syaithan bahwa menghafal dan berinteraksi dengannya tiada guna.

Ini sedikit pengingat untuk saya dan anda, kita sudah sama-sama tahu, dan saya yakin anda lebih tahu. Hal yang terpenting bukan sudah tahu atau tidaknya, tapi, mau atau tidak diingatkan, karena Rasulullah saw bersabda, orang sombong adalah orang yang "bathorul haq wa ghamtun naas", menolak kebenaran, melecehkan dan mengkerdilkan orang lain. Semoga kita tidak termasuk ke dalamnya. Wallahualam bis shawab.
Cairo, 2 Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar