Dari kejauhan nampak seperti punuk unta, semakin mendekat tumpukan bebatuan semakin menampak. Menjulang seperti Tursina hanya tak lebih tinggi darinya. Di tempat seperti ini wahyu bermula, di tempat seperti ini risalah dakwah siap dipikul lelaki yang jujur lagi dapat di percaya.17 Ramadhan tahun ke 13 Hijriah bertepatan dengan Juli 610 Masehi umurnya sudah mencapai usia 40 tahun, usia dewasa dan matang untuk memikul amanah kenabian dan kerasulan.
Aisyah Radiallahu anha menuturkan “Wahyu kepada Rasulullah saw bermula dengan Ru’ya Shalihah, mimpi yang benar, beliau melihat dalam mimpinya seolah-olah cahaya fajar menyingsing, setelah itu beliau suka bersepi menyendiri, dan tempat menyendirinya adalah Gua Hira. Beliau bertahannuts (beribadah) beberapa malam lamanya sebelum kembali kepada keluarganya untuk berbekal lagi. Kemudian beliau saw menemui Khadijah untuk memersiapkan bekal kembali, begitulah seterusnya hingga kebenaran itu datang ketika beliau ada di Gua Hira...”.
Bermula dari mimpi yang benar. Para ulama mengatakan bahwa mimpi tersebut terjadi selama 6 bulan, namun walaupun demikian, menurut Al Baihaqi, tidak ada satu ayat pun dari Al-Quran yang turun kepada beliau saw pada saat tertidur, semuanya turun saat beliau dalam keadaan bangun dan sadar, baik dengan perantaraan Jibril maupun langsung. Hal ini membantah akan adanya dugaan bahwa wahyu itu adalah percakapan batin beliau saw dengan dirinya sendiri, khayalan atau dugaan-dugaan tertolak lainnya.
As Shalabi dalam buku sirah nya mengatakan bahwa boleh jadi hikmah dari dimulakannya wahyu dengan mimpi adalah, bahwasannya jika tidak dimulakan dengan mimpi, lantas kemudian malaikat datang secara tiba-tiba , padahal beliau belum pernah melihat malaikat sebelumnya, maka kaget dan rasa takut mungkin akan membuat sulit atau bahkan tidak dapat menerima apa yang akan disampaikan Jibril sama sekali.
6 bulan lamanya seolah-olah beliau dipersiapkan untuk menerima wahyu, hingga kemudian beliau mengasingkan diri dari keramaian. Tempat sunyi dari kebisingan tersebut adalah Gua Hira, jauh di ketinggian Jabal Hira yang kemudian dinamakan Jabal Nur, karena disana lah bermulanya cahaya Islam bagi alam semesta.
Di tempat tersebut lah beliau saw bertahannuts, berkhalwat dengan Tuhan-Nya. Sejenak rehat dari penatnya kesibukan dunia dengan berbagai hiruk pikuk materinya yang dapat mengotori hati.
Ketinggian Jabal Nur memang sangat pas, mendorongnya untuk merenung dan bertafakur. Tak ada yang dapat dilihatnya sejauh mata memandang selain gunung-gunung yang terhampar seakan bersujud dengan tenang, atau langit bersih nan luas yang melapangkan sempitnya dada.
Uzlah (mengasingkan diri) atau bertahannuts merupakan sarana untuk memfokuskan diri dalam berdzikir, berkhalwat dengan Allah dan ibadah-ibadah lainnya yang menurut pengamat etika dan kepribadian, hal ini merupakan salah satu fase dari beberapa fase pembentukan kepribadian dan karakter. Cara ini ‘kan menerangi hati seseorang, menyingkirkan kegelapan, syahwat dan kelalaian yang membalutnya.
Salah satu sunnah Rasullullah saw adalah ber’itikaf sepuluh hari di bulan Ramadhan. Momen ini adalah sarana penting bagi seorang muslim untuk merefresh kembali hati dari noda-noda yang mengotorinya, juga sarana muhasabah diri tahunan sebelum kelak kita dihisab.
Dalam penuturan Aisyah R.A. dikatakan bahwa beliau saw bertahannuts beberapa malam lamanya, dalam bahasa arab dikatakan “Dzawatal ‘adad”, Syaikh Muhammad Abdullah mengatakan bahwa kalimat ini menunjukan bahwa malam yang beliau lalui di Gua bukan hitungan malam yang sedikit, pun bukan hitungan malam yang banyak, artinya pertengahan antara keduanya, hal ini menunjukan kepada at tawassuth dan al iqtishad (moderat) dalam beramal, tidak terlalu berlebihan dalam lebih dan berlebihan dalam kurang.
Begitulah selama beberapa malam Allah swt memersiapkan beliau saw secara khusus, hingga datanglah peristiwa itu. Peristiwa besar yang merubah kegelapan menjadi terang benderang, peristiwa yang disadari atau tidak pengaruhnya terasa sampai detik ini.
Pada malam ke 21 di bulan Ramadhan, ketika beliau saw berada di dalam Gua Hira, malaikat Jibril pun datang seraya berkata kepadanya “Iqra!!!”, beliau menjawab “Maa ana bi qari”, Jibril mengulangi perintahnya sampai tiga kali, dan pada kali ketiga Jibril berkata kepadanya “Iqra bismirabbikal ladzi khalaq.....” hingga ayat ke lima dari surat Al-Alaq. Setelah itu Jibril pun meninggalkannya.
Rasa takut itu sudah tak tertahankan, beliau kembali kerumahnya menemui Khadijah dengan wajah berbeda dari sebelumnya sembari berkata “Zammiluni.. zammiluni” (selimuti aku.. selimuti aku!!), maka Khadijah pun menyelimutinya, sehingga hilanglah rasa takutnya. Kemudian beliau menceritakan kepada khadijah apa yang telah dialaminya, beliau berkata “Aku khawatir terhadap diriku”, Khadijah menanggapi “Sekali-kali tidak, Demi Allah, dia tidak akan merendahkan dirimu untuk selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambungkan tali persaudaraan, menanggung beban kesusahan orang lain, memberi orang yang tak berpunya, menjamu tamu dan menolong orang yang menegakkan kebenaran!”.
Beberapa hari kemudian beliau kembali ke Gua Hira untuk melanjutkan ibadahnya di bulan Ramadhan yang masih tersisa beberapa hari. Setelah Ramadhan berakhir, beliau turun dari Jabal Hira untuk kembali ke rumahnya. Saat beliau berjalan, tiba-tiba terdengar suara, dan ketika beliau menengadahkan wajahnya ke langit, malaikat yang beberapa hari lalu menemuinya di Hira tengah duduk di antara langit dan bumi. Rasa takut itu kemudian muncul kembali karena teringat apa yang terjadi pada kali pertama berjumpa dengan Jibril.
Untuk kedua kalinya beliau kembali kepada Khadijah seraya berkata “Datsirunii.. datsirunii..!!” (selimuti aku), maka kemudian Alloh menurunkan kepadanya “Yaa ayyuhal muddatsir....”. “Wahai orang-orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah dan beri peringatan”, ini adalah perintah kepada beliau saw untuk berdakwah, memberi peringatan kepada manusia yang tengah dilanda krisis keyakinan berupa penyembahan berhala dan dekadensi moral. “Dan Agungkan lah Tuhanmu!” Takbir atau pengagungan Alloh menunjukan bahwa Dia lah satu-satunya yang pantas disembah, Dia yang Maha Besar, selainnya tidak sedikit pun memiliki kebesaran. “Dan bersihkanlah pakaianmu!”, performance atau penampilan seorang Da’i akan menjadi bahan perhatian mad’unya (obyek dakwahnya), penampilan yang tidak layak akan membuat mad’u pergi dan menjauh sebelum ia menyampaikan dakwahnya. Maka kebersihan, kerapihan dan berhias mesti jadi perhatiannya, selain itu juga, karena dakwah merupakan salah satu dari sekian banyak macam ibadah, maka sudah seharusnya bagi orang yang hendak beribadah menghadap Tuhan-Nya untuk menyucikan dirinya dari kotoran dan najis.
Sebuah amanah besar telah terpikul dipundaknya, menyeru manusia, namun beliau saw dalam kebingungan, “Siapa yang harus aku seru? Dan adakah yang mau memenuhi seruanku?” Khadijah menjawab “Aku lah orang pertama yang mesti Engkau seru sebelum yang lain, dan aku lah yang akan memenuhi seruanmu”.
Mulai lah misi beliau mengajak manusia ‘tuk meninggalkan kelamnya cahaya kejahiliahan menuju terang benderangnya cahaya islam, dari dakwah sembunyi-sembunyi, hingga terang-terangan, dari jumlah pengikut yang hanya beberapa gelintir orang, menjadi jumlah besar yang tak dapat dihitung jari. Semoga salawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepadanya, keluarganya dan para sahabatnya hingga akhir zaman nanti. Wallohu’alam bis shawab.
Misi Itu Datang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar